Ferdy Sambo Diperiksa, Praktisi Hukum: Ada Fakta Mencolok yang Belum Dijawab Polri
Kamis 04-08-2022,14:57 WIB
Reporter: Syaiful Amri|
Editor: Syaiful Amri
Kadiv Propam Polri non aktif, Irjen Ferdy Sambo saat tiba di Bareskrim Polri. --
JAKARTA, DISWAY.ID - Irjen Pol Ferdy Sambo penuhi panggilan Dirtipidum Bareskrim Polri, di Jakarta, Kamis 4 Agustus 2022.
Statusnya masih sebagai saksi kasus pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau brigadir J.
Perihal pemeriksaan Ferdy Sambo yang dilakukan di organ Kepolisian Indonesia itu menjadi babak baru dalam pengungkapan kasus yang menjadi sorotan publik sejak peristiwa itu pecah pada Jumat 8 Juli 2022 lalu.
Menurut praktisi hukum Syamsul Arifin, diperiksanya Sambo bukan sesuatu yang spesial. Apalagi Sambo mengaku sudah 4 kali diperiksa di Polres Jakarta Selatan, dan Polda Metro Jaya.
BACA JUGA:Diretas, Situs Kejari-garut.go.id Tampilkan Wajah Ferdy Sambo Bersama Istri dan Rita Yuliana
“Bukan spesial karena tidak diketahui publik. Kapan Sambo diperiksa Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Selatan? juga tidak ada yang tahu kecuali dirinya sendiri yang mengungkapkannya,” terang Syamsul Arifin kepada Disway.id, Kamis 4 Agustus 2022.
Dari pengakuannya ini, Samsul berharap penyidik Tim Khusus Bareskrim Polri yang dipimpin Brigadir Jenderal Polisi Andi Rian Djajadi bisa memberikan penjelasan kronologi kebenaran dari apa yang disampaikan Jenderal bintang dua lulusan Akademi Kepolisian Indonesia pada 1994 kelahiran 9 Februari 1973 itu.
Apalagi Kapolri sudah tegas menonaktifkan dirinya, tapi tanda pangkat bintang duanya di kedua kerah tidur seragam hariannya juga masih memakai tanda pangkat dengan lis merah, yang menandakan penyandangnya adalah seorang kepala atau komandan satuan di Kepolisian Indonesia secara definitif.
“Fakta ini yang menarik. Jadi apa artinya penonaktifan itu. Sebaliknya Brigadir E saat dimintai keterangan oleh Komnas HAM tak lagi menggunakan seragam. Kok beda ya, saat itu sama-sama saksi lho?” terangnya.
BACA JUGA:Mengejutkan, Ini Isi Garasi Rumah Dinas Irjen Pol Ferdy Sambo
Foto kenangan Brigadir J di rumah pribadi Irjen Ferdy Sambo.-Roslin Emika-Facebook--
Ferdy Sambo telah dinonaktifkan dari jabatan kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Indonesia pada Senin 18 Juli 2022 yang secara otomatis menonaktifkan dia dari jabatan kepala Satuan Tugas Khusus Kepolisian Indonesia.
Di luar konteks pemeriksaan Ferdy Sambo hari ini, Syamsul Arifin menegaskan publik saat ini hanya butuh unit-unit hp beserta seluruh nomornya milik Joshua, Eliezer, Putri, Ferdy, ditambah milik seluruh ADJ Kadiv Propam, Hendra, Fadil, Budhi, Ramadhan, Dedi, anak buah Budhi.
Termasuk sopir ambulance, dokter-dokter yang melakukan autopsi awal, termasuk petugas RS. “Seluruh unit hp dan nomornya tersebut akan memberi petunjuk dan bukti tentang tempus delicti dan locus delicti serta rangkaian fakta peristiwa pidana tersebut,” jelas Syamsul.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Situs Judi Irjen Ferdy Sambo
Rabu, 10 Agustus 2022
Setelah melangsungkan sidang selama hampir empat jam, majelis hakim Mahkamah Agung Selasa sore (8/8) memutuskan untuk menerima permohonan kasasi mantan Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo, menurunkan vonis hukuman terhadapnya dari hukuman mati menjadi hukuman penjara seumur hidup.
Diwawancarai VOA beberapa jam setelah putusan itu, Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Sobandi mengatakan,“Pada hari ini Selasa 8 Agusus 2023, Majelis Hakim Mahkamah Agung telah bermusyawarah dan menyampaikan putusan atas perkara No. 813/K.Pid/2023 terdakwa Ferdy Sambo… Amar putusan kasasi menolak permohonan penuntut umum dan terdakwa dengan perbaikan kualifikasi tindak pidana dan pidana yang dijatuhkan menjadi… melakukan pembunuhan berencana bersama-sama dan secara tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya secara bersama-sama, menjadi hukuman penjara seumur hidup.” Majelis hakim yang memutuskan permohonan kasasi ini dipimpin oleh Hakim Agung Suhadi dan empat anggota yaitu Suharto, Jupriyadi, Desnayeti dan Yohanes Priyana.
Sobandi mengungkapkan adanya dua hakim yang memberikan dissenting opinion atau pandangan berbeda dengan satu atau lebih hakim atau pendapat mayoritas hakim; dan bersikukuh menolak permohonan Ferdy Sambo.
“Dissenting opinion dari kedua hakim agung anggota majelis hakim Mahkamah Agung tadi adalah kedunya menolak kasasi (Ferdy Sambo.red). Artinya mereka tetap setuju hukuman mati sebagaimana putusan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. (Apa pertimbangannya?) Mengenai pertimbangannya, kami masih menunggu salinan putusan resmi dari majelis. (Apakah putusan ini langsung inkracht?) Benar, karena ini putusan kasasi menjadi inkracht atau berkekuatan hukum tetap.”
Pakar hukum pidana di Universitas Padjadjaran Bandung, Dr. Nella Sumika Putri melihat putusan kasasi Mahkamah Agung ini sebagai kontribusi baik karena sejalan dengan perubahan KUHP ke KUHP 2023 yang menjadikan hukuman mati sebagai alternatif pemidanaan terakhir.
“Semakin lama kita khan memang akan menghapuskan pidana mati, jadi putusan MA ini menunjukkan sisi positif bahwa MA melakukan salah satu bentuk moratorium pidana mati dengan menurunkan putusan menjadi pidana penjara seumur hidup. Jadi dari sudut pandang hukum, khususnya hak asasi manusia, ini adalah langkah yang positif. Dari sisi hukuman yang dijatuhkan juga tidak ada yang dilanggar karena untuk kasus pembunuhan berencana, alternatif hukumannya adalah hukuman 20 tahun penjara, hukuman seumur hidup dan pidana mati. Yang kini harus dikaji lebih jauh adalah apa pertimbangan hakim yang memperingan hukuman Ferdy Sambo,” jelasnya. Dukungan juga disampaikan Hendardi, Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, yang melihat pengurangan hukuman Ferdy Sambo itu sebagai terobosan hukum.
“Sebagai ketua organisasi dan tokoh/aktivis HAM, saya tentu saja merespons vonis seumur hidup atas Ferdy Sambo sebagai sebuah terobosan bagi agenda penghapusan hukuman mati. Mandat penghapusan hukuman mati adalah agenda global untuk meningkatkan kualitas pemajuan HAM di suatu negara. Secara umum ini akan menjadi poin pemajuan HAM di Indonesia,” komentarnya. Namun ketika ditanya apakah pengurangan hukuman ini berkeadilan, Hendardi mengatakan “ini debat yang panjang. Tetapi hukuman seumur hidup adalah hukuman terberat yang menjadi domain sebuah negara. Sementara dalam perspektif HAM, hukuman mati tentu adalah domain Sang Pencipta, yang menentukan mati dan hidup seseorang.” Selain memutuskan permohonan kasasi Ferdy Sambo, majelis hakim Mahkamah Agung juga memutuskan permohonan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dari 20 tahun menjadi 10 tahun penjara; mantan asisten rumah tangga Kuat Ma’ruf dari 15 tahun menjadi 10 tahun penjara; dan mantan ajudan Ricky Rizal Wibowo dari 13 tahun menjadi delapan tahun penjara. Meskipun memahami pengurangan putusan bagi Ferdy Sambo, Dr. Nella Sumika Putri mempertanyakan pertimbangan hakim pada ketiga terdakwa ini.
“Ini perlu kita telaah lebih jauh karena pengurangan hukuman ini hampir 40 persen. Kita perlu melihat apa pertimbangan hakim atas hal ini. Alasan apa yang digunakan hakim untuk memperingan putusan ini dan harus kita baca bersama-sama, apakah obyektif atau merupakan kaitan dengan putusan lain. Maksud begini, karena hukuman Ferdy Sambo diturunkan maka yang lain juga harus turun. Padahal ini tidak serta merta demikian karena sedianya majelis juga melihat peranan dari masing-masing pelaku terhadap perbuatan tersebut. Seharusnya tidak otomatis karena Ferdy Sambo turun, lalu yang lain juga turun," jelasnya. Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Vonis Mati Ferdy Sambo Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 13 Februari lalu menyatakan mantan Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, dan menjatuhkan vonis hukuman mati. Ia langsung mengajukan banding.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 12 April memperkuat putusan hukuman mati tersebut. Tak patah arang, Ferdy Sambo mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung, yang putusannya disampaikan Selasa ini (8/8). Menarik Perhatian Publik Kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, atau dikenal sebagai Brigadir J, pada 8 Juli 2022 menarik perhatian luas publik di dalam dan luar negeri karena melibatkan salah seorang petinggi yang paling disegani dalam institusi Kepolisian Indonesia, yaitu Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo. Setelah merekayasa berbagai skenario, Ferdy Sambo akhirnya mengaku melakukan pembunuhan itu karena menduga Brigadir J telah melakukan pelecehan seksual terhadap istrinya, Putri Candrawathi; yang dalam proses persidangan tidak terbukti.
Serangkaian penyelidikan intensif justru membuktikan keterlibatan Putri Candrawathi, dua ajudan Ferdy Sambo yaitu Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu dan Bripka Ricky Rizal Wibowo, serta asisten rumah tangga Kuat Ma’ruf.
Richard Eliezer divonis 1,5 tahun penjara atau vonis paling ringan dibanding terdakwa lainnya karena berbagai pertimbangan, antara lain kesediaannya bekerjasama sebagai justice collaborator yang membantu mengungkap kasus ini, sikap menyesali perbuatannya dan janji tidak mengulangi, serta maaf yang diberikan keluarga korban. Menurut rencana Richard Eliezer akan dibebaskan dari penjara pada bulan Agustus ini. Sementara Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara, Kuat Ma’ruf divonis 15 tahun penjara dan Ricky Rizal divonis 13 tahun penjara. Mahkamah Agung menurunkan hukuman ketiga terdakwa terakhir ini hingga hampir separuhnya. [em/jm]